Medan (SIB)- Berkaitan dengan Perayaan Jubelium 60 Thn Pelayanan Yayasan Lembaga Alkitab Indonesia, di kompleks Gereja Kristen Indonesia (GKI) Zainul Arifin Medan diadakan aktualisasi dan pembekalan bagi Guru Sekolah Minggu (GSM). Kegiatan yang dibuka Pdt Dr Luther Lase, Jumat, (31/1), diikuti ratusan GSM dari seluruh denominasi gereja yang mengemukakan ada 3 pria di antara ratusan GSM.
Jadi GSM — menurut ketiga pria yakni Maurick AE Polii, Petra Surya Daniel Matondang dan Menanti Firman Pasaribu — adalah panggilan. “Karena panggilan tersebut, segala sesuatu yang beraroma duniawi, harus disingkirkan dan tetap memprioritas urusan GSM karena berhadapan dengan anak-anak SM sama dengan berhadapan denganNya,†ujar Petra Matondang yang menjadi GSM di PAUK Tanjungsari Medan.
Sama halnya dengan Erik — demikian panggilan dekat untuk Maurick Polli — yang harus meninggalkan pekerjaannya sebagai sekuriti di bank terkemuka di Indonesia demi menjadi GSM. Jika tanggung jawab berkarier saja ditinggalkan, apalagi untuk urusan pacar. “Pacar bagi GSM adalah anak-anak Tuhan itu. Batin kita jadi kaya, tenteram dan bahagia,†cerita Erik, yang mengabdi di KSM GKI SU Tanjungrejo Medan.
Menanti Firman Pasaribu yang melayani di HKI Medan Kota, Medan juga begitu. “Kebahagiaanku justru bila berada di depan kelas saat menjalani GSM. Soal honor, ganjaran dariNya jauh lebih bernilai,†ujar pria kelahiran Medan 3 November 1982, saat berdampingan dengan fungsionaris LAI Sumut yang juga Sekretaris Umum Yayasan Sumatera Berdoa Dra Nurhawati Simamora MSi.
***
Menjadi GSM tak semudah yang dibayangkan. Selain harus menguasai psikologi anak dan Injil juga menyiapkan mental. “Ingat, menjadi GSM adalah panggilan melayaniNya,†ujar Pdt Dr Setia Ulina br Tarigan yang menyampaikan materi Panggilan GSM.
Sejumlah cendikiawan pun ikut memboboti pertemuan dari Tim STT Abdi Sabda seperti Koordinator Kreatif Esterlina, Bayu Kaesanea Ginting, Mahisar Sipayung, Mesriyati Purba, Romi Natasya Hutauruk dan Teo Purba.
Maurick Polii, Petra Matondang dan Menanti Pasaribu memahami menjadi GSM tak semata menyampaikan materi agama dan moral tapi mengajarkan nilai-nilai Kristiani bagi anak-anak atas keselamatan yang diterima dari Tuhan Yesus.
Erik bilang, GSM sebagai bagian dari anggota tubuh Kristus seperti ditulis (bd. 1 Kor.12, 13+17, Efesus 5,2-3). Menurutnya, tiap GSM dibutuhkan kerendahan hati, kesederhanaan, dan kejujuran, sebagai dimaksudkan dalam Yoh 3:30: dan Yoh 3:30.
Di Medan, Erik menjadi GSM masih terbilang muda tapi bekerja melayaniNya sudah cukup jauh. Saat itu menetap di Medan. ‘Terdampar’ di Bukit Tinggi karena mengetahui di kota wisata tersebutminim sekali tenaga relawan mengajari agama Kristen. Sejak tahun 1997 bermukim di kota sejuk yang ada di Sumatera Barat itu. “Di Bukittinggi saya mengajar agama Kristen dari satu gereja ke gereja lain. Hanya 3 gereja yang diakui di Bukittinggi. Di sana kami mengajari anak-anak untuk mengenal Yesus Kristus yang diyakini sebagai Juru S’lamat,†tandas Erik yang mengaku tak menyesal meninggalkan pekerjaannya demi menjadi GSM. “Sebelum menetapkan menjadi GSM secara formal, pergumulan doa dilakukan sangat panjang!â€
Sama halnya dengan Menanti Pasaribu yang sudah 8 tahun menjadi GSM. Selain orangtuanya seorang pendidik, kebahagiaan tak terhingga dirasakan bila berhasil mengajak anak-anak bercanda ria dengan Injil.
Petra Matondang pun demikian. Meski jado matematika dan tercatat sebagai mahasiswa Unimed Medan tapi lebih fokus berdiri di depan kelas dengan profesi GSM.
Hal serupa digeluti Nurhawati Simamora yang menjadi pewarta firmanNya dengan merangkul anak-anak muda dan menyebarkan kabar kesukaan dengan fokus menyelamatkan kehidupan duniawi untuk beroleh tiket ke rumahNya.
(r9/c)