Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 01 Juli 2025

Menyoal Pengembalian Status Lapangan Merdeka, Kota Medan

Oleh: Johansen Silalahi, S.Hut (Anggota Persatuan Pelajar Indonesia-Korea/ Mahasiswa Pasca Sarjana Yeungnam University, Korea Selatan)
- Jumat, 01 Maret 2019 16:25 WIB
1.018 view
Menyoal Pengembalian Status Lapangan Merdeka, Kota Medan
Johansen Silalahi
Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa hutan kota, taman kota ataupun bentuk lainnya dan dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan. RTH ternyata mampu menjadi solusi dalam mengatasi beberapa masalah dalam perkotaan seperti mengurangi polusi, wisata alternatif, menjaga keseimbangan kota, mengurangi dampak erosi, mengurangi suhu melalui pengaruh naungan dan masih banyak manfaat lainnya.

RTH dapat dikatakan sebagai benteng pertahanan dalam kemajuan kota karena pada umumnya kota-kota di Indonesia masih dijumpai bahkan banyak pembangunan yang kurang berwawasan lingkungan. Pemerintah daerah masih senantiasa fokus kepada pembangunan yang berfokus kepada ekonomi saja dan terkadang menomor duakan aspek lingkungan.

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di satu sisi penting tetapi peningkatan aspek kualitas lingkungan juga penting khususnya dewasa ini karena isu perubahan iklim adalah nyata dan beberapa kota di dunia mengalami degradasi lingkungan. Lingkungan yang terdegradasi akan menyebabkan pengeluaran biaya oleh pemerintah kota untuk mengatasinya sebut saja masalah banjir, longsor, kekeringan, kebakaran dan sebagainya.

Banyak penelitian menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi dampak kerusakan lingkungan di perkotaan adalah peningkatan luasan RTH terlepas hal ini sudah disiasati dengan pembuatan peraturan-peraturan yang mensyaratkan 30 persen dari total luas suatu wilayah merupakan RTH.

Persyaratan tersebut secara nyata masih hanya berupa normatif karena faktanya masih banyak dijumpai daerah atau wilayah di Indonesia yang belum mencapai target 30 % RTH. Tentu hal ini menjadi pekerjaan rumah oleh pimpinan suatu daerah untuk mensukseskan target tersebut dan juga pemerintah pusat harus memberi perhatian penuh untuk mengimplementasikan tuntutan dari peraturan yang sudah disepakati. Salah satu kota yang belum berhasil mencapai target RTH 30 persen ataupun hutan kota 10 persen adalah Kota Medan, Sumatera Utara.

KASUS RTH KOTA MEDAN
Kota Medan pada aspek lingkungan sangat dirasakan oleh masyarakat Kota Medan terlebih masalah terbaru adalah status yang disandang sebagai kota terkotor di Indonesia. Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi sangat kecewa dengan status Kota Medan sebagai kota terkotor.

Terlepas dari penilaian tersebut, ini dapat dijadikan menjadi ajang untuk berbenah agar Pemerintah Kota Medan untuk lebih serius secara khusus untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan. Pada saat yang bersamaan beberapa Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berhasil memperoleh piala Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, seperti Pemerintah Kabupaten Deli Serdang (Kota Lubuk Pakam) kategori kota kecil dan Kota Tebing Tinggi pada tanggal 14 Januari 2019 di Gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kita patut mengapresiasi keberhasilan Kota Tebing Tinggi dan Kabupaten Deli Serdang atas prestasi yang diperoleh dalam perolehan Piala Adipura tersebut. Beberapa penilaian yang belum dipenuhi Kota Medan yang menempatkan sebagai kota terkotor sepertinya harus diselesaikan oleh pemerintah daerah tersebut.

Terlepas dari kekurangan penilaian aspek tersebut, masalah RTH juga sangat menarik untuk dikaji dilihat pada kasus Kota Medan. RTH dan Hutan Kota adalah sebagai kunci untuk mengatasi masalah lingkungan di Kota Medan. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa target yang diamanatkan dalam luasan hutan kota maupun RTH sebesar 10 persen dan 30 persen untuk Kota Medan sendiri masih belum tercapai bahkan sangat minim seperti yang ditemukan oleh Silalahi dan Subarudi (2015) dalam penelitiannya.

Kondisi ini tentunya sangat prihatin dan harus segera dicarikan solusinya mengingat kebutuhan hutan kota maupun RTH sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kota Medan. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dapat melihat beberapa kota yang telah berhasil meningkatkan RTH di wilayahnya sebagai acuan untuk dikembangkan di Provinsi Sumatera Utara. Kota Surabaya sebagai contoh yang dapat dikategorikan cukup berhasil dalam merubah area hijau nya dan mencapai target 30 persen RTH dari total luas wilayahnya dan menjadikan area hijaunya sangat dinikmati masyarakat dengan sentuhan penambahan fasilitas yang menarik dalam rangka meningkatkan tingkat kunjungan warga Kota Surabaya (Puri, 2017).

Keberhasilan tersebut tentunya diapresiasi oleh dunia dalam hal ini Wali Kota Surabaya beberapa kali mendapat penghargaan dunia karena keberhasilannya merubah wajah Kota Surabaya menjadi lebih menarik secara khusus pada aspek area hijau dalam The Guangzhou International Award for Urban Innovation 2018 karena kebijakan daur ulang sampah plastik dan urban farming pada tanggal 7 Desember 2018.

ALIH FUNGSI LAPANGAN MERDEKA
Gubernur Sumatera Utara belum lama ini mengutarakan niatnya untuk mengubah status Lapangan Merdeka menjadi area hijau yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif hiburan maupun RTH di pusat kota pada saat mengikuti rapat paripurna pembahasan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dengan anggota DPRD Provinsi Sumut pada tanggal 11 Pebruari 2019.

Ide tersebut menurut penulis sangat layak dan pantas kita apresiasi karena RTH sangat bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat di perkotaan. Beberapa penelitian baik di dalam maupun di luar negeri menemukan bahwa RTH dan Hutan Kota dapat mengurangi kondisi stres warga, wisata alternatif, mengurangi suhu, mengurangi polusi, tempat rekreasi, mengurangi banjir, longsor atau dapat dirangkum sebagai penyeimbang ekosistem di perkotaan.

Di negara maju seperti Eropa dan Korea Selatan, pembangunan RTH dan Hutan Kota sudah mendapat tempat dan perhatian oleh pemerintah daerah setempat bahkan disediakannya beberapa fasilitas hiburan yang menarik pada area hijau tersebut sehingga pengunjung merasa nyaman.

Hal ini memiliki makna bahwa masyarakat sangat menikmati hutan kota sebagai wisata alternatif di perkotaan akibat kemorosotan kondisi lingkungan perkotaan dan dapat dilihat pada tingkat kunjungan warga Kota Medan sehari-hari dalam menikmati hutan kota tersebut dengan berolahraga, diskusi, sekedar santai dan sebagainya. Melihat contoh kasus di Hutan Kota Taman Beringin, Kota Medan dan beberapa pengamatan pada area hijau di Korea Selatan, hasil kajian tersebut sangat mendukung dan nyata untuk diterapkan pada area hijau lainnya di Kota Medan seperti Lapangan Merdeka. Wacana alih fungsi Lapangan Merdeka yang diutarakan oleh Gubernur Sumatera Utara harus kita dukung sebagai salah satu solusi dalam meningkatkan kualitas lingkungan di Kota Medan.

AKSI CEPAT DAN NYATA
Wacana yang diutarakan oleh Gubernur Sumatera Utara kasus di lapangan Merdeka seharusnya segera direalisasikan tidak hanya di Kota Medan tetapi juga di kabupaten/kota lainnya untuk merubah status area hijau yang sudah beralih fungsi untuk diaktifkan kembali fungsi awalnya sebagai area hijau. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebaiknya mengagendakan usulan ini untuk disebar-luaskan ke kabupaten/kota yang ada dengan mengundang para pihak yang terlibat dalam hal ini para pimpinan yang ada di kabupaten-kota untuk meningkat realisasi area hijau demi mencapai Sumatera Utara yang bermartabat sesuai dengan janji kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara.

Kota Medan dalam hal ini dapat dijadikan sebagai pilot project atau proyek percontohan yang dapat disebar-luaskan ke kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Pemerintah Sumatera Utara dapat mengusulkan untuk merubah payung hukum dalam hal ini produk hukum yang disepakati seperti Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota yang sudah merubah area hijau menjadi area bisnis tentunya harus direvisi kembali untuk kembali kepada fungsi semula sebagai area hijau.

Kabupaten/Kota yang belum merubah area hijaunya menjadi area bisnis tentunya disarankan tetap mempertahankan fungsi area hijau tersebut sebagai area hijau dengan meningkatkan fasilitas yang ada demi kenyamanan masyarakat setempat minimal dapat mencapai setengah bahkan persis seperti yang ada di negara maju. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini sebagai pemimpin tertinggi dari seluruh Kabupaten/Kota dapat merangsang para Bupati atau Wali Kota untuk mencapai target luasan RTH sebesar 30 persen dan hutan kota sebesar 10 persen demi mencapai Sumatera Utara yang bermartabat.

Tidak ada kata terlambat untuk melakukan perbaikan lingkungan di Sumatera Utara terkhusus di area perkotaan mengingat dampak dari perubahan iklim tersebut nyata dan sangat mengkhawatirkan. Masalah dana yang menjadi alasan klasik dapat diupayakan oleh Pemerintah Provinsi dengan kerjasama pada perusahaan yang ada di Provinsi Sumatera Utara seperti program CSR (Coorporate Social Responsibility) yang diterapkan di beberapa daerah di Indonesia.

KOMITMEN DAN SENTUHAN
Perubahan status lapangan Merdeka sebagai area bisnis/pusat kuliner menjadi RTH tentunya tidak semudah yang kita bayangkan karena adanya otonomi daerah, dan beberapa sehari setelah usulan Gubsu, Sekretaris Daerah Kota Medan menyatakan bahwa Pemerintah Kota Medan masih terikat dengan perjanjian pada pihak lain sehingga rawan untuk diperkarakan ke pengadilan.

Komitmen dan sentuhan pimpinan dalam hal ini Gubsu dan jajarannya sangat diharapkan untuk merealisasikan usulan tersebut. Diperlukan duduk bersama terhadap para pihak yang terlibat dalam lapangan Merdeka, tidak ada yang tidak mungkin dalam mengatasi keadaan ini asalkan duduk bersama untuk mencari solusi terbaik dan diperlukan kearifan untuk mengatasi hal tersebut mengingat sudah ada teguran bahwa Kota Medan sebagai Kota Terkotor di Indonesia dapat dijadikan acuan terlepas memang penilaian yang ada tidak mengarah kepada keberadaan ketersediaan area hijau.

Jika ini berhasil, masyarakat akan senang dan dapat dijadikan sebagai area rekreasi baru yang berada di pusat Kota. Jika ada kemauan dan komitmen yang kuat terhadap area hijau berupa RTH dan Hutan Kota niscaya dapat mengatasi salah satu permasalahan lingkungan di perkotaan secara khusus di Indonesia dan mendukung program SDGs (Sustainable Development Goals) secara khusus pada tujuan ke 13 mitigasi perubahan iklim dan dampaknya. (f)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru