Medan (SIB)- Keputusan Kejatisu yang mengeluarkan Surat Pemberhentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi pengadahan lahan di RSUD Lukas, Hilisimaetano, Nias Selatan (Nisel) pada 11 Agustus 2015 lalu, akhirnya digugat. Gugatan Praperadilan (Prapid) ini dilayangkan Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) ke Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (21/9).
FKI-1 melalui kuasa hukumnya, Wardaniman Larosa SH kepada wartawan di PN Medan menyatakan gugatan Prapid ini harus mereka lakukan karena memiliki dasar kuat yakni Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999, yang menyatakan pengembalian keuangan Negara tidak menghapus tindak pidana.
"Gugatan ini sesuai pasal 77 KUHAP yang menyebutkan Prapid itu dapat dilakukan untuk hal penghentian penyidikan, dan merujuk pada pasal 80 dan 88 KUHAP. Maka kami sebagai masyarakat yang berkepentingan ikut dalam tegaknya hukum di negeri ini dan sebagai bentuk kepedulian itulah kami lakukan gugatan ini," tegas Larosa.
Dengan Akta Permohonan Praperadilan Nomor: 52/ Pra.Pid/ 2015/ PN.Mdn, Wardaniman Larosa SH berharap majelis hakim yang nantinya memeriksa perkara ini hendaknya mengedepankan sikap profesional tanpa ada yang ditutupi dan sesuai koridor hukum.
Lanjut Larosa, FKI-1 bukan hanya melakukan Prapid atas SP3 ini, namun juga akan melaporkannya kepada pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (22/9). Mengapa ke KPK, menurut dia, FKI-1 memiliki bukti dugaan tindak pidana gratifikasi yang dilakukan para tersangka yang di SP3- Kejatisu tersebut.
"Kita ke KPK besok langsung diterima Johan Budi untuk melaporkan dugaan adanya tindak pidana gratifikasi dalam perkara SP3 ini," ujar Larosa.
Harapannya dengan laporan ini nantinya pihak KPK mau mengambil alih perkara korupsi di RSUD Nisel ini dan juga KPK turut memantau persidangan Prapid yang telah diajukan tersebut.
Sementara di tempat terpisah, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejatisu, Novan Hadian SH mengatakan pihaknya siap menghadapi gugatan tersebut di pengadilan karena itu merupakan hak seseorang. "Tidak ada masalah. Akan kita hadapi di persidangan. Itu kan hak mereka mengajukan gugatan," ucapnya saat dikonfirmasi.
Untuk diketahui dalam kasus dugaan korupsi RSUD Lukas, Hilisimaetano, Nisel dengan kerugian negara sebesar Rp 5.127.386.500 (audit BPK Sumut Agustus 2015) ini, Kejatisu sebelumnya telah menetapkan 17 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Asa’aro Laia (Sekretaris Daerah Nias Selatan, selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Nias Selatan TA 2012), Tongöni Tafonao (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah sebagai Wakil Ketua Panitia Pengadaan Tanah Nisel), Lakhomizaro Zebua (Kepala Dinas Pekerjaan Umum).
Norododo Sarumaha (Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan), Warisan Ndruru, Monasduk Duha (Kepala Bagian Tata Pemerintahan Umum), Meniati Dachi (Camat Telukdalam), Fohalowo Laia (Kepala Desa Hiligeho selaku anggota panitia pengadaan tanah), Ahlan Wau (Camat Fanayama, Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT Kecamatan Fanayama, Aminuddin Siregar (Kepala BPN Nias Selatan).
Kemudian Firman Adil Dachi (adik kandung Bupati Nias Selatan) dan Susy Marlina Duha sebagai pihak swasta dan pemilik tanah. Si’ado Zai (Kepala Badan Kepegawaian Daerah/BKD selaku Ketua tim penaksir harga Kabupaten Nias Selatan), Sugianto (Kepala Seksi BPN, selaku Sekretaris Penaksir Harga dan sudah meninggal beberapa waktu lalu), Ikhtiar Duha (Kepala Bappeda), Yockie AK Duha (Staf BPK2D), dan Abdril Samosir selaku anggota tim penaksir harga (salah seorang anggota staf Pemkab Nisel).
Namun pada 11 Agustus 2015, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, M Yusni mengambil keputusan mengeluarkan SP3 untuk para tersangka dengan alasan mereka telah mengembalikan uang kerugian negara tersebut.
(A18/f)