Semestinya pemerintah menutup saja pabrik rokok, kalau memang pemerintah mau menjaga kesehatan masyarakat.
Pasalnya, kata Herri, jika PP tersebut diterapkan, usaha pedagang asongan akan "mati", karena jualan rokok bermodal besar tapi untung receh. Dengan menjual rokok eceran per batang, pedagang asongan mendapat untung sedikit lebih banyak daripada menjual per bungkus atau per slof. Konsumennya juga orang-orang menengah ke bawah, para penarik beca, sopir angkutan umum dan para buruh harian lepas diuntungkan bisa beli per batang.
Baca Juga:
"Pedagang asongan tidak mengharapkan kaya dari dagangan rokoknya, hanya untuk bisa menyambung hidup bersama keluarganya. Untung per batangnya hanya Rp300, harga rata-rata rokok Rp35.000 per bungkus berisi 16 batang, jika dijual per batang untungnya cuma Rp4.800 atau Rp5000," ungkap Herri kepada wartawan, Rabu (31/7), yang dihubungi lewat selulernya.
Dikatakannya, banyak masyarakat Sumut, khususnya Kota Medan yang ekonominya di bawah garis kemiskinan berjuang untuk hidup dengan menjadi pedagang asongan. Seharusnya mereka didukung karena tidak membebani negara dan tidak jadi pengemis.
Baca Juga:
Jakarta (harianSIB.com)Sekitar 80 persen akses air minum di Indonesia belum layak dikonsumsi. Peningkatan akses air minum layak hanya mening
Jakarta (harianSIB.com)Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka menghadiri Perayaan Penyambutan Natal Pelayanan Kategorial Pelayan Ana
Jakarta (harianSIB.com)Mulai 1 Januari 2025, masyarakat Indonesia akan menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12. Awaln