Medan (SIB)- Seratusan dokter muda yang tergabung dalam PDI (Pergerakan Dokter Indonesia) dari berbagai perguruan tinggi di Medan, Senin (24/8) melakukan aksi demo ke gedung DPRD Sumut menuntut fakultas perguruan tinggi tempat mereka menuntut ilmu untuk tidak menahan ijazah mereka dan menolak surat keputusan Dirjen Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi) yang memicu keresahan mahasiswa kedokteran.
Koordinator aksi dr Ronni Kurniawan menyebutkan, mereka telah menyelesaikan pendidikan baik akademik maupun profesi, bahkan telah melunasi semua persyaratan administrasi, namun pihak fakultas perguruan tinggi masih menahan ijazah dokter mereka.
"Untuk mendapatkan ijazah tersebut, kami masih dihadapkan dengan biaya-biaya yang cukup besar. Profesi dokter bukan sapi perahan, kembalikan ijazah kami yang ditahan fakultas, karena kami telah menyelesaikan pendidikan, baik akademik maupun profesi serta telah melunasi semua persyaratan administrasi, berhak mendapatkan ijazah profesi dokter," teriak mereka sembari membentangkan sejumlah poster.
Berdasarkan ketentuan UU Sisdiknas Pasal 61 ayat 2 menyatakan, “ijazah diberikan sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh suatu institusi pendidikan yang terakreditasi. Tapi mengapa fakultas di perguruan tinggi tempat kami menuntut ilmu tetap menahan-nahannya.
Dalam aksinya para dokter muda turut membubuhkan tanda tangan yang disertai bercak darah dari jari tangan masing-masing pada sehelai spanduk yang dibentang di pinggir jalan sebagai ungkapan penolakan terhadap surat keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) tentang panitia nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) tahun 2014-2015 yang dianggap telah memicu keresahan di kalangan mahasiswa kedokteran .
Surat dengan nomor 27/DIKTI/Kep/2014 dan nomor 68/E.E3/DT/2015 tentang implementasi UKMPPD 2015 mengharuskan mahasiswa lulusan program profesi dokter mengikuti UKMPPD. "Sedangkan untuk mengikuti ujian tersebut dibutuhkan biaya Rp3 sampai Rp9 juta untuk sekali ujian. Dalam setahun bisa sampai empat kali ujian," kata Roni.
Apalagi, ungkapnya, dalam ujian tersebut dinyatakan tidak lulus, maka harus kembali mengulang dengan biaya yang sama. Peraturan tersebut justru jauh lebih berat dibanding saat menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran hingga menyelesaikan program akademik untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked).
Berdasarkan surat Dirjen Dikti, untuk para dokter yang lulus pertanggal 8 Juli 2014 telah menyelesaikan pendidikan kedokteran baik akademik dan profesi serta segala biaya administrasi lainnya berhak mendapat ijazah dan sertifikat Kompetensi Kolegiaum. Namun setelah terbentuknya Panitia UKMPPD, untuk lulusan setelah 8 Juli 2014 harus mengikuti UKMPPD untuk mendapat sertifikat Profesi.
Aksi tersebut diterima Ketua dan anggota Komisi E DPRD Sumut Efendi Panjaitan, Firman Sitorus dan Ricahrd P Sidabutar, berjanji akan mengakomodir tuntutan para dokter muda tersebut dengan memanggil beberapa pihak terkait. "Kami akan coba memanggil pihak universitas, dekan Fakultas Kedokteran, Kopertis, Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan untuk mempertanyakan persoalan tersebut," kata Efendi.
(A03/Dik-AB/d)