Sabtu, 19 Oktober 2024

Setelah Pelangi, Fenomena Bulan Halo Muncul di Langit Rantauprapat

Efran Simanjuntak - Sabtu, 19 Oktober 2024 14:06 WIB
150 view
Setelah Pelangi, Fenomena Bulan Halo Muncul di Langit Rantauprapat
Foto: Dok/Marthin
BULAN HALO: Seorang warga menunjuk fenomena bulan bercincin atau yang disebut dengan Bulan Halo atau Halo Bulan yang terjadi di langit kota Rantauprapat, Jumat (18/10/2024) tengah malam.
Rantauprapat (harianSIB.com)
Setelah pelangi, muncul fenomena bulan di langit Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, Jumat tengah malam hingga Sabtu (19/10/2024) dini hari. Malam itu, Bulan terlihat seperti dikelilingi cincin bercahaya terang, menghiasi langit kota ini malam itu.

Peristiwa itu juga menghebohkan warga yang melihat fenomena alam tersebut. Sama seperti munculnya Pelangi 'double layer' pada Jumat (18/10/2024) sore, di langit Rantauprapat.

"Wih! Ada lingkaran bulan. Cantik ya," sebut Agnes kagum melihat fenomena alam tersebut.

Baca Juga:

Pada fenomena ini, bulan tampak seperti dihiasi cincin melingkar. Cahaya melingkar berbentuk cincin mengelilingi bulan membuat bulan tampak semakin indah dipandang mata.

"Mana? Oh, iya. Itu bulannya jadi cantik kali kelihatannya," sebut Riri, melihat bulan dari depan rumahnya, komplek Perumahan Sakura Indah, kawasan Jalan Cut Nyak Dhien Rantauprapat.

Baca Juga:

"Oooh, itu. Apa namanya? Ya, Halo. Halo Bulan," sebut Tanaka, warga Kelurahan Binaraga.

Penelusuran jurnalis SIB News Network dari berbagai sumber, fenomena itu disebut dengan Moon Halo atau Halo Bulan. Kalau pada Matahari (seolah bercincin) disebut fenomena Halo Matahari.

Halo Bulan adalah ilusi optik yang menyebabkan munculnya cincin terang besar mengelilingi bulan.

Fenomena bulan bercincin atau Halo Bulan terjadi akibat adanya pembiasan cahaya matahari.

Halo Bulan terbentuk pada saat cahaya dibiaskan, lalu dipantulkan dan disebarkan atau dibiaskan melalui kristal es yang tertahan di awan cirrus atau cirrostratus pada ketinggian 6.000 meter, bahkan lebih tinggi hingga 12.000 meter.

Selanjutnya, bentuk kristal es akan memfokuskan cahaya menjadi lingkaran cahaya di sekitar bulan. Oleh karena kristal es biasanya berbentuk heksagonal, Halo Bulan atau fenomena bulan bercincin ini hampir selalu berukuran sama dengan bulan (atau matahari) duduk 22 derajat dari tepi lain halo, kira-kira selebar tangan yang terulur sejauh lengan.

Jika berada dalam radius 22 derajat yang seragam dan diameter lingkaran cahaya 44 derajat, maka lingkaran cahaya Matahari dan bulan sering disebut sebagai lingkaran cahaya 22 derajat. Keseragaman diameter lingkaran cahaya ini muncul karena es memiliki indeks pantulan tertentu dan bentuk kristal es heksagonal, yang berarti ketika sisi-sisinya diperpanjang akan membentuk prisma dengan sudut puncak 60 derajat.

Kondisi itu kemudian menghasilkan sudut deviasi minimum untuk cahaya yang melewati kristal es sebesar 21,84 derajat. Kristal es ini juga menunjukkan efek prisma yang memisahkan cahaya putih dari matahari atau dipantulkan oleh Bulan menjadi berbagai warna individu seperti efek atmosfer yang menciptakan pelangi.

Hal ini terjadi karena panjang gelombang cahaya berbeda, sehingga warna yang dikeluarkan juga berbeda, kemudian akan mengalami tingkat pembiasan yang berbeda juga pada saat melewati prisma.

Prinsip pembiasan cahaya yang terjadi pada fenomena bulan bercincin ini mungkin sama dengan proses terbentuknya pelangi.

Hanya saja warna Halo Bulan seringkali terlihat terlalu lemah, atau tidak mencolok seperti warna pelangi, saat diamati dengan mata telanjang. (*)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
komentar
beritaTerbaru