Jumat, 20 September 2024

Konglomerat Donald Sihombing Resmi Jadi Tahanan KPK

Miliki Kekayaan Rp19,6 Triliun
Wilfred Manullang - Kamis, 19 September 2024 14:53 WIB
388 view
Konglomerat Donald Sihombing Resmi Jadi Tahanan KPK
Foto: Dok
Donald Sihombing (DNS), pemilik perusahaan kontruksi PT.Totalindo Eka Persada (PT TEP).
Jakarta (harianSIB.com)
Donald Sihombing (DNS), pemilik perusahaan kontruksi PT.Totalindo Eka Persada (PT TEP) resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

PT.TEP merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank.

"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024 sampai 7 Oktober 2024," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta dikutip dari suarainvestor.com, Rabu (18/9/2024)

Baca Juga:

Donald Sihombing berdasarkan daftar yang dirilis Forbes pada Selasa (5/3/2019) tercatat memiliki kekayaan sebesar USD 1,4 miliar atau sekitar Rp19,6 triliun (Kurs Rp 14.000 per USD).

Kekayaan itu, menempatkannya sebagai orang terkaya ke-14 di Indonesia atau di dunia ada di urutan 1.605. Sumber kekayaan Donald, berasal dari perusahaan konstruksi yang didirikannya pada 1996 yakni PT Totalindo Eka Persada Tbk. Emiten dengan kode TOPS ini, memiliki portofolio sejumlah proyek terkemuka.

Baca Juga:

Selain Donald, KPK juga menahan tersangka lain yakni Yoory C Pinontoan (YCP) selaku Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, lalu Indra S Arharrys (ISA)-Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Saut Irianto Rajaguguk selaku Komisaris PT TEP; dan Eko Wardoro (EW) sebagai Direktur Keuangan PT TEP.

Berdasarkan keterangan KPK, bahwa kasus ini berawal saat PT TEP berencana membeli enam bidang tanah milik PT Nusa Kirana Real Estate (PT NKRE) pada Februari 2019. Tanah ini memiliki luas 11,72 hektare seharga Rp 950 ribu per meter persegi yang akan diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE ke PT TEP dengan nilai transaksi total Rp117 miliar.

Kemudian PT TEP melayangkan surat kerja sama pengelolaan lahan ini dengan harga penawaran Rp 3,2 juta per meter persegi menggunakan skema kerja sama operasional (KSO) pengelolaan tanah bersama PT TEP dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Tawaran itu lantas direspons oleh tersangka Yoory, yang saat itu menjabat sebagai Dirut Perumda Jaya.

Secara ringkas, kerja sama pengelolaan lahan itu terjadi. Namun kerja sama itu dilakukan tanpa melakukan kajian yang sesuai aturan.

"Saudara YCP menentukan lokasi lahan Rorotan yang akan dibeli secara sepihak tanpa didahului kajian teknis yang komprehensif meskipun kondisi lahan berawa dan membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar," terang Asep.

KPK menyebut ada kongkalikong hingga pemberian sejumlah uang yang diterima tersangka Yoory dari tersangka di lingkup PT TEP. Tersangka Yoory diduga menerima imbalan mata uang asing untuk pengurusan pengadaan lahan tersebut.

"Penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan lahan Jl Rorotan-Marunda 11,7 ha yang dilakukan YCP tersebut diduga dipengaruhi dan terkait adanya penerimaan fasilitas dari PT TEP. YCP diduga menerima valas dalam denominasi SGD sejumlah Rp 3 miliar dari PT TEP," jelas Asep.

Asep mengatakan pengadaan lahan di Rorotan itu justru mengakibatkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah.

"Terdapat kerugian negara/daerah setidaknya sebesar Rp 223 miliar (Rp 223.852.761.192) yang diakibatkan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada tahun 2019-2021," imbuhnya. (*)

Editor
: Wilfred Manullang
SHARE:
komentar
beritaTerbaru