Medan (SIB)
Sejumlah pegiat seni tradisi di Medan minta konten etnik wajib di aplikasi digital. Bersamaan dengan itu, otoritas diharap menerapkan kurikulum berbasis kearifan lokal. Misalnya, pelajaran seni etnik. Mulai dari bahasa, aksara dan warisan leluhur lainnya.
Permintaan tersebut disampaikan Ps Rev Rajamin Sirait MA saat diskusi soal kebangsaan bersama pengurus Komite Independen Batak (KIB) yang dipimpin ketuanya, Capt Tagor Aruan. Ikut dalam kegiatan aktivis perempuan Susiana Simanjuntak, pegiat dan pemberdaya warga miskin kota Tridarma Sipayung yang cendikiawan muda Simalungun serta purnawirawan M Pardede.
Ps Rajamin Sirait mengatakan, dalam melestarikan warisan leluhur harus ada kebijakan menyeluruh. Ia meminta kabupaten kota di wilayah Tapanuli, misalnya, mengadopsi pelajaran berbasis kearifan lokal. Mulai dari pengajaran bahasa dan aksara. “Bangso Batak adalah etnik yang lengkap. Memiliki wilayah, bahasa, aksara plus bahasa. Melestarikannya, harus dengan pengajaran, bukan cuma imbauan,†tegas Gembala Jemaat dan Ps Senior Crist Of Grace Church tersebut.
Menegaskannya, Capt Tagor Aruan meminta elemen Bangso Batak khususnya yang berada di lingkaran pengambil keputusan untuk mendorong agar konten etnik diterapkan dalam keseharian. Ia menunjuk di sejumlah daerah di Jawa. “Sekolah menggunakan bahasa Indonesia tapi dalam ekstra kurikuler dengan pengajaran kearifan lokal. Yogyakarta mewajibkan pelajaran aksara Jawa,†ujar pelaut yang menghabiskan waktunya di industri bahari internasional tersebut.
Mengamalkan ajaran Bung Karno yang menegaskan Indonesia harus berdaulat dan mandiri dari sisi budaya, ia pun ingin Bangso Batak menjayakan etnisitas untuk memperkuat kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Dalam KIB, kami sepakat mengenai Bangso Batak yang kuat dengan elemen puaknya. Mulai Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Dairi, Angkola, Mandailing dan lainnya bahkan sampai Nias,†tegasnya.
Melalui KIB, lanjut Capt Tagor Aruan, pihaknya merealisir dan ingin seluruh pihak Bangso Batak mengamalkan filosofi leluhur Dalihan Natolu. “KIB pun memegang teguh, seorang warga Bangso Batak diusik, semuanya harus merasa terusik. Seorang gembira, aura positif keceriaan ditularkan,†tegasnya.
Hal serupa ditegaskan Susiana Simanjuntak. Sebagai boru Batak, ujarnya, pihaknya memahami dan mengamalkan filosofi kehidupan.
Tentang pelestarian dan konten etnik, ia memastikan, melestarikan warisan leluhur tak sekadar untuk penghias tapi memperkuat kehidupan. “Misalnya industri pariwisata, berkembang bersamaan dengan pelestarian seni budaya leluhur. Kondisi itu berkaitan dengan penguatan ekonomi,†tutup Susiana Simanjuntak. (R10/f)