Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 01 Juli 2025
* Menkeu: Covid-19 akan Terus Bersama Kita Meski Nanti Ada Vaksin

RI Optimistis Bisa Keluar dari Krisis

* Ingin Ikuti Jejak Negara yang Mampu Menang dari Krisis
Redaksi - Kamis, 17 September 2020 08:27 WIB
366 view
RI Optimistis Bisa Keluar dari Krisis
Foto Dok
Erick Thohir dan Sri Mulyani
Jakarta (SIB)
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan pemerintah bersama masyarakat Indonesia harus memiliki optimisme yang besar untuk membawa Indonesia keluar dari krisis pandemi Covid-19.

"Harus ada optimisme bahwa Indonesia bisa keluar dari krisis ini," katanya dalam acara HSBC Economic Forum di Jakarta, Rabu (16/9).

Erick menuturkan saat ini Indonesia sedang dalam kondisi mengalami perbaikan dari sisi kematian (fatality rate) yakni dari delapan persen pada April lalu menjadi 3,99 persen.

“Memang global masih lebih baik (3,18 persen) tapi dengan kerja keras dan gotong royong bersama kita yakini angka fatality ini bisa terus kita tekan,” ujarnya.

Tak hanya itu, Erick menyatakan Indonesia juga sedang pada tren yang sangat baik dari sisi ekonomi jika dibandingkan dengan negara-negara G20 seperti India, Prancis, dan Inggris.

"Kita lebih baik, karena itu keputusan Bapak Jokowi untuk tidak me-lockdown adalah keputusan yang tepat," tegasnya.

Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia seperti Singapura dan Malaysia maka Indonesia tetap lebih baik meskipun masih di bawah Taiwan dan Korea Selatan.

"Apalagi kemarin ada seorang pengamat yang baru menginformasikan kalau kita dibandingkan beberapa negara di dunia kita masih dalam kondisi optimis," katanya.

Selain itu, ia menjelaskan Indonesia mempunyai pangsa pasar yang besar jika dilihat secara demografi yaitu jumlah masyarakat kelas menengah terus tumbuh dari 7 persen ke level 20 persen atau 52 juta dari total 237 juta penduduk.

"Kalau total penduduk kita 273 juta lalu middle income kita bisa growth sepertiganya itu kurang lebih 90 juta," jelasnya.

Erick mengatakan masyarakat kelas menengah yang terus meningkat membawa potensi besar bagi pasar bahkan lebih besar dari beberapa negara besar di dunia.

"Dibandingkan negara lain seperti penduduk Korea Selatan itu 55 juta jadi hampir sama, Afrika Selatan 56 juta, bahkan Spanyol 46 juta," katanya. (Ant)

Angka Kemiskinan Balik ke 9,7%
Tak terasa, Indonesia dan seluruh negara di dunia sudah tujuh bulan berada dalam kondisi pandemi Covid-19. Menurut Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, pandemi ini jadi tantangan luar biasa yang pernah dihadapinya.

Sempat sukses berkat prestasinya menurunkan angka kemiskinan ke level 9,4%, kini harus kembali lapang dada menerima kenyataan bahwa angka kemiskinan sudah kembali lagi ke level 9,78%.

"Kalau kita lihat di Indonesia sendiri kemiskinan kita sudah meningkat, yang tadinya sudah mencapai di 9,4% itu adalah persen ya dari sejarah Indonesia itu mungkin adalah angka kemiskinan terendah dan sekarang sudah kembali kepada situasi 9,78%," ujar Sri dalam acara Ikatan Widyaiswara Indonesia Kementan's Personal Meeting Room, Rabu (16/9).

Sri menjelaskan, dalam merespon kondisi Covid-19 pemerintah tidak bisa hanya mengedepankan masalah kesehatan saja. Namun, penting juga memikirkan masalah sosial ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Dalam menyeimbangkan kebijakan tersebut, pemerintah telah mengupayakan beberapa kebijakan untuk melindungi kedua kepentingan tersebut yang semuanya tertuang dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Sejauh ini, realisasi anggaran program PEN baru mencapai 34% yakni Rp 237 triliun dari total pagu anggaran Rp 695,2 triliun. Untuk sektor kesehatan, realisasinya baru 31,6% dari Rp 87,5 triliun, perlindungan sosial 62,8% dari Rp 230 triliun, sektoral/pemda 27,8% dari Rp 106 triliun, UMKM 91,4% dari Rp 123 triliun.

TERUS BERSAMA
Pada bagian lain Sri Mulyani mewanti-wanti para abdi negara agar dapat terus bekerja secara maksimal. Dia bilang, meskipun penemuan vaksin menjadi salah satu angin segar yang cukup positif, akan tetapi adaptasi dalam menghadapi krisis harus terus di bawa di masa-masa kepemimpinan mendatang.

"Covid-19 masih akan terus bersama kita, meskipun kita nanti bicara tentang vaksin. Kita mau bicara tentang menanganinya. Jadi saya berharap, Anda semuanya tidak menganggap 'oh ini masalah temporer satu-dua bulan dan selesai' tapi mindset kita berubah," ujarnya.

Sri Mulyani ingin momentum krisis akibat pandemi ini bisa dimanfaatkan untuk mengakselerasi reformasi di berbagai bidang, mulai dari kesehatan hingga pendidikan. Reformasi juga dilakukan dari sisi perlindungan sosial.

Masalah reformasi ini, salah satu kunci yang harus dipegang para pejabat pemerintah adalah kesadaran dan keuletan dalam memperoleh serta mengelola data yang lengkap dan akurat.

"Data dalam hal ini data terpadu untuk bantuan sosial itu ternyata dikelola oleh pemerintah daerah untuk sehingga waktu kita melakukan bantuan sosial, apakah targetnya tepat, kenapa orang yang mirip yang ini dapat yang ini nggak dapat," tambahnya.

Ia menambahkan, jika pemerintah terlena dan tidak segera lakukan berbagai reformasi secara masif, maka bisa berakibat fatal. Sri tak ingin Indonesia berakhir seperti Argentina yang secara terus menurus hampir 100 tahun ini mengalami krisis akibat kebijakan yang tidak tepat dari pemerintahannya.

"Mereka tenggelam dalam krisis dan akhirnya berlarut-larut bisa 1 tahun 2 tahun satu dekade bahkan bisa puluhan dekade. Saya melihat negara-negara seperti itu mereka dari krisis tidak bisa lewat dari krisis terus makin tenggelam makin tenggelam makin dalam," katanya.

Sri ingin Indonesia mengikuti jejak negara-negara yang mampu menang dari krisis bahkan jadi lebih kuat lagi. Kuncinya ada pada penataan organisasi, kebijakan, dan senantiasa responsif sehingga bisa menjadi negara yang lebih kuat meski dihajar krisis.

"Indonesia ingin melakukan itu, jangan sampai krisis ini mematahkan kita, tapi justru karena krisis Indonesia bisa mendorong dan melaksanakan reformasi secara lebih kuat," ucapnya. (detikfinance/Ant/d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru