Kamis, 02 Mei 2024

KPK Sita Rp8 Miliar dari OTT Anggaran DPR Bowo Sidik Pangarso

* Personel Manajemen PT Humpuss dan PT Inersia Ditangkap
- Jumat, 29 Maret 2019 09:15 WIB
KPK Sita Rp8 Miliar dari OTT Anggaran DPR Bowo Sidik Pangarso
Ant/Reno Esnir
KASUS PUPUK: Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, menunjukkan barang bukti uang diduga suap dalamkerja sama Pengangkutan Pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT.Humpuss Transportasi Kimia,hasil OTT yang menjerat anggota DPR Fraksi Golkar Bowo S
Jakarta (SIB) -KPK menyita duit Rp 8 miliar terkait operasi tangkap tangan (OTT) anggota DPR dari Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso. Duit ini diamankan dalam 84 kardus.

"Tim bergerak menuju sebuah kantor di Jakarta untuk mengamankan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam jumpa pers di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jaksel, Kamis (28/3).

Duit ini disita dari sebuah kantor di Jakarta setelah KPK menangkap sejumlah orang, yakni Bowo Sidik Pangarso, Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti (AWI), Head Legal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Selo, termasuk Indung (IND), dan Manto (MT) dari bagian keuangan PT Inersia.

Basaria mengatakan tim KPK mulanya mendapatkan informasi akan ada penyerahan uang dari Asty kepada Indung di kantor PT HTK di gedung Granadi, Jalan Rasuna Said.

Indung, yang diduga orang kepercayaan Bowo, menerima uang dari AWI sejumlah Rp 89,4 juta pada Rabu (27/3) sore di kantor PT HTK.

Periksa Dirut PT Pupuk
Terkait OTT itu, KPK memeriksa Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Logistik Ahmadi Hasan dan Direktur Pemasaran Achmad Tossin.

"Berdasarkan permintaan KPK, dua orang datang ke kantor KPK untuk proses klarifikasi lebih lanjut, yakni AHS, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Logistik, dan Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia Logistik AHT (Achmad Tossin)," ujar Basaria.

Terkait OTT, KPK menetapkan tiga tersangka. Tersangka penerima suap adalah anggota DPR dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku pihak swasta, orang kepercayaan Bowo.

Sementara itu, Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Bowo Sidik Pangarso diduga menerima suap terkait upaya membantu PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK) sebagai penyedia kapal pengangkut distribusi pupuk.

"BSP diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkutan yang diterima sejumlah USD 2 per metrik ton," sambung Basaria.

Diduga Bowo Sidik menerima total 7 kali suap. Pada saat OTT, Bowo diduga menerima Rp 89,4 juta, sedangkan 6 kali penerimaan sebelumnya diduga terjadi di berbagai tempat, yakni rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK, sejumlah Rp 221 juta dan USD 85.130.

"Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta," kata Basaria.

Selain itu, Bowo diduga menerima uang-uang lainnya terkait jabatan sebagai anggota DPR. KPK mengamankan uang Rp 8 miliar dari sebuah kantor di Jakarta.

"Karena diduga penerimaan penerimaan sebelumnya disimpan di sebuah lokasi di Jakarta, maka tim bergerak menuju sebuah kantor di Jakarta untuk mengamankan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus," ujar Basaria.

Serangan Fajar
KPK menduga penerimaan suap oleh Bowo berkaitan erat dengan pencalegan. Bahkan uang diduga dari hasil suap itu diduga untuk kepentingan 'serangan fajar' Pemilu 2019.

"KPK sangat menyesalkan kejadian ini karena diduga anggota DPR RI yang sedang mencalonkan diri dari daerah pemilihan Jateng II pada Pemilu 2019 justru terlibat korupsi," ujar Basaria.

Basaria mengatakan Bowo mengumpulkan uang tak hanya dari sekali penerimaan. Sejumlah penerimaan dikumpulkan di satu tempat untuk 'serangan fajar' keperluan logistik pemilu.

"Bahkan diduga telah mengumpulkan uang dari sejumlah penerimaan-penerimaan terkait jabatan yang dipersiapkan untuk 'serangan fajar' pada Pemilu 2019," ujar Basaria.

Bowo merupakan politikus Golkar. Kemarin sore, Golkar memecat Bowo dari kepengurusan.

Rapat Mendadak
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat memimpin rapat mendadak kemarin pagi OTT tersebut. "Iya betul, Direktur Utama Aas Asikin Idat memimpin rapat pada pagi hari ini," ujar Kepala Corporate Communication PT Pupuk Indonesia Wijaya Laksana.

Wijaya juga menambahkan bahwa direksi sudah waspada terkait hal tersebut. "Intinya direksi sudah aware dengan hal ini," katanya. Segenap Direksi Pupuk Indonesia pada Kamis pagi langsung menggelar rapat terkait informasi OTT tersebut.

Menurut Wijaya, rapat tersebut sudah selesai dan keterangan lebih lanjut mengenai kasus OTT KPK itu akan segera diinformasikan oleh pihaknya setelah munculnya keterangan resmi terlebih dahulu dari lembaga antirasuah tersebut.

Subsidinya Berlebihan
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) buka suara soal OTT. Terkait OTT tersebut, JK menyerahkannya ke KPK.

"Kita serahkan ke KPK saja," katanya di Hotel Bidakara Jakarta.

JK menerangkan, penyaluran pupuk memang ada masalah. Dia menyebut, alokasi subsidi pupuk berlebihan.

"Karena memang pupuk itu ketinggian dibanding luas sawah yang ada, setelah (data) BPS yang baru, itu subsidi pupuk berlebihan, sangat berlebihan, karena itu subsidi Rp 330 triliun," ujarnya.

Dia menjelaskan, kebutuhan pupuk per hektar (ha) harusnya 250 kg. Namun, yang dipakai 400 kg.

"Padahal aktivitas kita mestinya hanya 250 kg per ha, kita pakai 400, apa benar dipakai 400, ini menjadi pertanyaan kemudian karena itu," ujarnya.

Oleh sebab itu, JK ingin agar kebutuhan pupuk dihitung kembali. Lantaran, kebutuhan pupuk mengalami pembengkakan.

"Justru diturunkan, karena sawah tidak seluas apa yang di anu semula, ternyata sawah yang ditanami 11 juta ha. Tidak seperti semula terjadi suatu pembengkakan jumlah dan pembengkakan daripada konsumsi pupuk per ha jadi harus dihitung ulang," tutupnya.

Profil Induk Perusahaan
Selain direksi Pupuk Indonesia, pihak cucu perusahaan PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) juga ikut dicokok KPK.

Operasi senyap itu disinyalir terkait dengan distribusi pupuk menggunakan kapal milik Humpuss Intermoda Transportasi. Tim penindakan KPK berhasil mengamankan barang bukti berupa uang pecahan rupiah. Uang tersebut diduga digunakan untuk suap dalam kegiatan distribusi pupuk tersebut.

PT Humpus Intermoda Transportasi sendiri merupakan anak usaha dari PT Humpuss yang membawahi banyak perusahaan. Holding dari Humpuss Group ini diketahui merupakan perusahaan milik dua anak Mantan Presiden Soeharto Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dan Sigit Hardjojudanto.

Perusahaan yang berdiri sejak 23 April 1984 ini awalnya memiliki divisi bisnis di bidang LNG dan membangun kapal pertamanya bernama Ekaputra di 1986 dengan kapasitas 78.988 DWT. Lalu pada 1990 divisi ini berubah menjadi divisi perkapalan dan menjalankan bisnis transportasi methanol.

Dua tahun berselang Humpuss melakukan spinoff atau memisahkan divisi ini menjadi anak usaha yang bernama PT Humpuss Sea Transport. Perusahaan pun menjalankan bisnis transportasi minyak.

Sejak saat itu perusahaan terus melakukan pengembangan dengan menambah jumlah kapal. Mulai dari kapal tanker dengan kapasitas 1.300-37.000 DWT hingga kapal tunda dan tongkang.

Pada tahun 1997 perseroan berganti nama menjadi PT Humpuss Intermoda Transportasi. Lalu di 15 Desember 1997 perusahaan resmi mencatatkan sahamnya di pasar modal.

Wartawan telah berupaya mengkonfirmasi kabar tangkap tangan yang menyeret PT Humpuss, namun pihak perusahaan belum memberikan keterangan hingga berita ini diturunkan.

Siapa Bowo?
Siapa Bowo Sidik Pangarso? Bowo kelahiran Mataram pada 16 Desember 1968. Saat ini dia berumur 51 tahun.

Berikut fakta tentang Bowo Sidik Pangarso:

Bowo Sidik Pangarso pernah menjadi auditor di Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). BDNI merupakan bank swasta yang dilebur menjadi Bank Mandiri setelah krisis ekonomi 1998. Usai menjadi auditor, ia menjabat Direktur PT Inacon Luhur Pertiwi.

Bowo merupakan anggota Komisi VI DPR dan dia merupakan anggota Badan Anggaran dan Badan Musyawarah. Sebelumnya Bowo pernah duduk di Komisi VII yang membidangi riset dan teknologi, lingkungan hidup, dan energi sumber daya mineral.

Lantas pada April 2015 terjadi mutasi di Fraksi Golkar dan Bowo pun ditugasi di Komisi VIII yang membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan. Pada Januari 2016, ia dipindah kembali ke Komisi VII. Terakhir, surat yang keluar pada akhir Januari 2016 yang ditandatangani oleh Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto saat itu menyebutkan dia dipindahkan ke Komisi VI DPR.

Bowo Sidik Pangarso berkecimpung di dunia politik sejak lama. Pada tahun 2012-2015, ia menjabat sebagai Wakil Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Tengah.

Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Pimpinan Daerah Kolektif (PDK) Kosgoro 1957 Provinsi Jawa Tengah serta Bendahara Komite Brunai Kadin Indonesia (Masa Bakti 2012-2015).

Punya Harta Rp 10,4 M
Bowo memiliki harta Rp 10,4 miliar. Hal ini dilihat dari situs e-LHKPN. Bowo terakhir kali melaporkan kekayaannya pada 13 Februari 2018.

Dia memiliki dua mobil yang cukup mahal keluaran Toyota antara lain Toyota Vellfire keluaran tahun 2010 yang dibeli dari hasil sendiri senilai Rp 350 juta dan Toyota Prado buatan tahun 2011 seharga Rp 400 juta. Bowo juga tercatat memiliki tanah dan bangunan senilai Rp 10.500.000.000 miliar serta kas dan setara kas sebesar Rp 766.296.634. (detikcom/c)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru