Jumat, 18 Oktober 2024

Warga Indonesia Sambut Baik Aturan Baru Aplikasi Kencan di Australia

Redaksi - Kamis, 10 Oktober 2024 09:22 WIB
116 view
Warga Indonesia Sambut Baik Aturan Baru Aplikasi Kencan di Australia
Foto: Reuters: Mike Blak)
Aplikasi dating/kencan
Jakarta (SIB)
Vanessa, seorang warga Indonesia yang tinggal di Melbourne mengaku sudah setahun mencari peruntungan untuk menemukan jodohnya di aplikasi kencan daring.

Ia meminta agar identitasnya dirahasiakan karena alasan pribadi.

Seperti dikutip Harian SIB, Vanessa mengatakan pengguna aplikasi kencan di Australia "sedikit lebih baik" dibandingkan dengan di Indonesia.

Baca Juga:

"Orang-orangnya lebih chill di sini, mereka enggak begitu judge penampilan kita," katanya, baru-baru ini.


Tapi ia tetap merasa khawatir ketika diajak bertemu orang baru di aplikasi kencan. Perbedaan latar belakang budaya jadi salah satu penyebabnya.

Baca Juga:

"Jujur pasti ada rasa takut kalau diajak ketemuan."


"Pastinya selalu ada kekhawatiran tentang keamanan," katanya.


Sebuah survei yang dilakukan lembaga Australian Institute of Criminology dua tahun lalu menemukan tiga dari empat warga Australia mengaku pernah menjadi korban kekerasan seksual yang difasilitasi oleh aplikasi kencan.


Untuk menurunkan angka ini, pemerintah Australia menyusun 'code of conduct' untuk membuat aplikasi kencan lebih aman bagi penggunanya.


Diharapkan enam bulan dari sekarang, aplikasi kencan seperti Tinder, Hinge, dan lainnya bisa memiliki sistem dalam mendeteksi risiko yang mungkin membahayakan penggunanya, menindak penggunanya yang melanggar aturan, serta melindungi penggunanya dari pelecehan dan kekerasan.


Tak Semua Pengguna Bisa Mengerti


Tesa Rudangta, seorang warga Indonesia yang tinggal di Adelaide, menyadari perbedaan budaya kadang membuatnya khawatir ketika menggunakan aplikasi kencan di Australia.


"Waktu saya pakai dating app di Melbourne, kebanyakan match up nya sama orang-orang Asia gitu, jadi kebudayaannya ... enggak terlalu beda banget," katanya.


"Di Adelaide lebih banyak match sama orang-orang lokal, dan mereka itu lebih open [terbuka] kali ya, pertama ketemu udah bisa hugging (berpelukan)."


Ketika ia merasa tidak nyaman dengan kontak fisik, Tesa berani mengutarakan kepada teman kencannya.


"Rata-rata cowok yang aku match up enggak akan gandeng tangan atau gimana, kalau saya enggak oke," katanya.


"Saya kasih tahu kalau saya orangnya slow to date, butuh waktu untuk menjadi nyaman," katanya.


Tapi tidak semua orang memiliki keberanian untuk menyampaikan preferensi kontak fisik seperti Tesa.


"Saya tahu beberapa teman yang punya pengalaman lumayan tidak menyenangkan (dengan aplikasi kencan)," katanya.


Tesa menyambut baik adanya aturan yang akan diterapkan oleh aplikasi kencan di Australia.


"Kalau misalkan ada langkah yang dibuat supaya bikin aplikasi kencan itu aman, kenapa enggak?"


Dari sebuah aplikasi kencan, Tesa bertemu dengan Josh Juozapaitis, yang kini menjadi suaminya.


Setelah bertukar pesan di aplikasi tersebut, keduanya memutuskan untuk bertemu di perpustakaan di kota Adelaide, kemudian makan siang bersama.


SHARE:
komentar
beritaTerbaru