Minggu, 08 September 2024
* Dewas KPK akan Tetap Gelar Sidang Etik Meski Firli Tidak Hadir

Polisi Bingung Firli Bawa Dokumen Kasus Suap Proyek KA di Praperadilan

* Berkas Firli Dilimpahkan ke Jaksa
Redaksi - Sabtu, 16 Desember 2023 09:18 WIB
230 view
Polisi Bingung Firli Bawa Dokumen Kasus Suap Proyek KA di Praperadilan
Rizki Amana/tvOnenews.com
Ketua KPK non-aktif, Firli Bahuri usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri pada Jumat (1/12/2023). 
Jakarta (SIB)
Kabid Hukum Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sadana mengaku bingung dengan langkah Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri menyerahkan bukti kasus yang ditangani KPK di sidang praperadilan.
Padahal, kata Putu, bukti itu tidak terkait dengan kasus dugaan pemerasan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo yang menjerat Firli sebagai tersangka.
Hal itu diungkap Putu dalam sidang praperadilan terkait penetapan tersangka Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (15/12). Putu mewakili Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menghadapi Firli Bahuri di praperadilan.
Putu awalnya mempersoalkan pengacara Firli Bahuri yang disebutnya membawa bukti dokumen penanganan kasus dugaan suap eks pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan dalam sidang praperadilan. Menurut Putu, bukti tersebut tidak ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi yang membuat Firli menjadi tersangka.
"Ada beberapa dokumen dijadikan barang bukti dan kami sudah punya 159 barang bukti yang tentunya nanti diuji di sidang pokok perkara, bukan praperadilan. Tapi, pemohon (Firli Bahuri) menyampaikan barang bukti yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan yang sedang dibahas di sidang Praperadilan. Bukti P26 sampai P37," kata Putu.
"Saya baca contoh, P26 daftar hadir dan kesimpulan dan seterusnya tentang OTT DJKA. Ini barang bukti yang menurut kami tak linier dengan apa yang sedang kita bahas karena petitum yang bersangkutan salah satunya penetapan tersangka tidak sah," sambungnya.
Putu kemudian bertanya kepada ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi yang dihadirkan pihaknya. Dia bertanya apakah dokumen yang diserahkan Firli itu termasuk dokumen yang perlu dirahasiakan atau tidak.
"Apakah dokumen ini termasuk dokumen negara yang perlu dirahasiakan atau tidak karena dalam kepolisian dirahasiakan, belum lagi sampai P37, hampir semua tentang DJKA dijadikan barbuk di sini. Kami bertanya apa korelasinya dengan kasus yang sedang kita bahas ini?" kata Putu.
Fachrizal Afandi kemudian menjawab. Fachrizal mengatakan, apabila dokumen penanganan kasus DJKA itu diperoleh dengan cara legal, hal itu tidak jadi masalah.
"Pertama, yang harus kita lihat itu buktinya seperti apa. Apakah bukti itu bersifat umum misalkan nama yang bisa kita akses secara luas di media atau database KPK yang bisa diakses secara publik. Tapi, kalau misalkan alat bukti itu yang diungkapkan di persidangan itu orang biasa susah mendapatkan, itu maka harus dilihat apa relevansinya dengan perkara ini," tutur Fachrizal.
"Informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana, misalkan mengungkap identitas informasi, pelapor, saksi atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana, atau misalkan mengungkapkan data intelijen kriminal, dan yang berhubungan dengan pencegahan dan penangan tindak pidana, kita bisa lihat bahwa proses itu sifatnya rahasia, dikecualikan dari informasi yang bersifat publik," sambungnya.
Fachrizal menjelaskan, siapa pun yang mengakses, memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan, maka diancam pidana paling lama 2 tahun penjara. Dia juga menyebut ada ancaman denda paling banyak Rp 10 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 54 UU KIP.
"Tapi, lagi-lagi kalau kita bicara perbuatan pidana, kita harus lihat mens rea (niat jahat) dan actus reus (unsur tindakan)," kata Fachrizal.
Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Junaedi Saibih yang juga dihadirkan sebagai ahli mengatakan, tindakan pengacara Firli yang membawa bukti berupa dokumen kasus DJKA tidak tepat. Hal itu karena tidak sesuai dengan materi yang dijadikan praperadilan.
"Harusnya yang menjadi praperadilan ini adalah terkait tentang proses penetapan tersangka tersebut secara formil, misal gimana pemanggilan dilakukan," Junaedi.
"Adapun berkaitan dokumen rahasia seharusnya tidak boleh dibuka karena itu ada potensi nantinya akan terjadi hal membahayakan dalam proses penyidikan. Misalnya informasi orang itu berkaitan pemeriksaan dan sebagainya, lalu dikhawatirkan akan jadi penghambat proses penyidikan. Misal orangnya melarikan diri," imbuhnya.



Limpahkan
Polda Metro Jaya telah merampungkan berkas perkara dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri terhadap SYL. Berkas perkara tersebut dilimpahkan ke kejaksaan.
"Tim penyidik telah mengirimkan berkas perkara dimaksud ke JPU (jaksa penuntut umum) pada kantor Kejati DKI Jakarta (tahap 1) untuk kepentingan penelitian berkas perkara," kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Jumat (15/12).
Ade Safri mengatakan, saat ini berkas tersebut tengah diteliti jaksa. Jika dinyatakan lengkap, penyidik selanjutnya akan melakukan pelimpahan tahap II, yakni penyerahan berkas perkara, barang bukti, dan Firli Bahuri sebagai tersangka, kepada kejaksaan untuk segera diadili.
Ade Safri menambahkan, hingga kini total sebanyak 104 saksi sudah diperiksa. Selain itu, 11 saksi ahli, dari ahli hukum pidana, ahli kriminologi, sampai hukum acara, turut diperiksa.
"Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 104 orang saksi. Telah dilakukan pemeriksaan terhadap 11 orang saksi," ujarnya.


Baca Juga:


Tetap Gelar Sidang Etik
Sementara itu, Dewan Pengawas (Dewas) KPK akan menggelar sidang etik Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri pada 20 Desember 2023. Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, sidang etik itu akan tetap digelar meski Firli tak hadir.
"Dewas kemarin sudah putuskan bahwa sidang etik jalan terus jika pada panggilan kedua Pak FB tidak hadir," kata Syamsuddin Haris kepada wartawan, Jumat (15/12).
Dia mengatakan, keputusan itu sudah disampaikan anggota Dewas KPK Albertina Ho seusai penundaan sidang etik Firli kemarin. Sebagai informasi, Firli Bahuri meminta agar sidang etik di Dewas KPK ditunda gegara fokus praperadilan di kasus dugaan pemerasan terhadap SYL.
"Ibu Albertina bahkan sudah umumkan hal itu kemarin," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri meminta agar sidang etik di Dewas KPK ditunda gegara fokus praperadilan di kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Albertina menyebutkan, sidang akan tetap berjalan jika Firli tak juga hadir. Sidang akan dimulai sejak pukul 09.00 WIB.
"Dan apabila Pak Firli Bahuri tidak hadir dalam persidangan tanggal 20 Desember 2023 itu, sidang tetap akan dilanjutkan," katanya.
Dalam sidang itu, para saksi juga akan dihadirkan hingga 22 Desember 2023. Total ada 27 saksi yang dipanggil.
"Rencananya akan pemeriksaan saksi-saksi mulai tanggal 20, 21, dan 22 Desember. Semua saksi yang dipanggil itu ada 27 orang," katanya.
"Iya termasuk (pimpinan KPK). Eksternal, internal, semuanya. Ada 27 orang," sambungnya. (**)


Baca Juga:


SHARE:
komentar
beritaTerbaru