Minggu, 22 Desember 2024

Kejagung Pertimbangkan Peninjauan Kembali Terkait Putusan Bebas Mantan Pejabat OJK

Redaksi - Selasa, 12 April 2022 10:30 WIB
347 view
Kejagung Pertimbangkan Peninjauan Kembali Terkait Putusan Bebas Mantan Pejabat OJK
foto/muj/independensi
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.
Jakarta (SIB)
Kejaksaan Agung mempertimbangkan upaya Peninjauan Kembali (PK) terkait putusan bebas majelis hakim tingkat kasasi Mahkamah Agung terhadap mantan Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi dalam perkara korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Korupsi ini merugikan keuangan negara senilai Rp16,807 triliun,

"Menyikapi putusan bebas terhadap Terdakwa FH dalam Perkara PT Asuransi Jiwasraya, Jaksa Agung RI melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menyampaikan bahwa menghormati Putusan Kasasi Mahkamah Agung yang pada pokoknya “menyatakan Terdakwa FH tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primair dan dakwaan subsidair”, sehingga membebaskan Terdakwa FH dari segala tuntutan,"kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana di Jakarta, Senin (11/4).

Menurut Ketut,terhadap putusan tersebut, Jaksa Agung RI mempertimbangkan usulan Penuntut Umum untuk mengajukan upaya hukum yaitu peninjauan kembali berdasarkan kewenangan Kejaksaan RI sebagaimana diatur dalam Pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dimana Kejaksaan RI dapat mengajukan peninjauan kembali.

Terkait putusan bebas tersebut, Ketut mengatakan bahwa dalam Putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Terdakwa FH dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sedangkan dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung, terdapat alasan/pertimbangan hukum yang berbeda dimana Terdakwa dinyatakan tidak terbukti atau lepas dari segala tuntutan hukum.

Selain itu, dalam Putusan Kasasi MA yang membebaskan Terdakwa FH, ada perbedaan pendapat di antara hakim yang mengadili maupun memeriksa dan memutuskan perkara tersebut (terjadi dissenting opinion) yaitu salah satu Majelis Hakim menyatakan FH terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Apalagi sambung Ketut, dalam putusan, Hakim MA menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya karena berkesimpulan bahwa Terdakwa FH telah melaksanakan Standard Operating Procedure (SOP) secara benar, padahal apabila FH telah benar melaksanakan Standard Operating Procedure (SOP), maka tidak terjadi kerugian keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya, dan perlu diketahui bahwa FH tidak memberikan sanksi secara tegas atas hasil pengawasan yang dilakukan sehingga menyebabkan kerugian selama 10 tahun dan terakumulasi sebesar Rp 16,8 triliun.

"Dalam rangka untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali, Kejaksaan akan terlebih dahulu mempelajari dan mengkaji putusan tersebut setelah menerima putusan lengkapnya dari Mahkamah Agung," pungkasnya.

Seperti diketahui, Fakhri Hilmi ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16,81 triliun. Dia ditetapkan jadi tersangka bersamaan dengan 13 perusahaan manager investasi pada Kamis 25 Juni 2020 lalu.

Dalam sidang pembacaan tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung lalu menuntut Fakhri untuk dipidana selama 8 tahun ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001.

Namun dalam sidang tingkat pertama Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusa menyatakan bahwa Fakhri terbukti bersalah dan menjatuhkan pidana selama 6 tahun dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Fakhri pada tanggal 27 September 2021 menjadi 8 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam kasus ini, sudah ada 6 orang terdakwa yang dijatuhi hukuman dalam perkara korupsi Jiwasraya. Mereka adalah mantan Dirut Jiwasraya Hendrisman Rahim yang dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo yang divonis 20 tahun penjara, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan yang divonis 18 tahun penjara. (H3/d)

Sumber
: KORAN SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru