Medan (SIB)
Tiga oknum polisi yang bertugas di Polres Tanjungbalai divonis mati hakim Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Kamis (10/2).
Majelis hakim PN Tanjungbalai yang diketuai Salomo Ginting menjatuhkan vonis mati lantaran ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan menggelapkan barang bukti narkoba jenis sabu seberat 19 kilogram.
Penggelapan barang bukti sabu tersebut hasil penangkapan di perairan Sei Lunang, Kecamatan Sungai Kepayang Timur, Kabupaten Asahan pada Jumat(19/5/2021) lalu.
Diketahui, jumlah barang bukti sabu yang sebenarnya 76 kilogram, dipangkas oleh 11 orang oknum polisi di Tanjungbalai.
Mereka hanya melaporkan 57 kilogram sabu.
Ketiga polisi yang mendapat vonis mati tersebut yakni Kanit I Satres Narkoba Polres Tanjungbalai Aiptu Wariono, Komandan Kapal Polair Polres Tanjungbalai Brigpol Tuharno, dan Bripka Agung Sugiarto Putra.
Juru Bicara PN Tanjungbalai Joshua Joseph Eliazer Sumanti menjelaskan pertimbangan hakim menjatuhkan vonis mati karena tiga oknum polisi melakukan tindak pidana secara bersama-sama.
Fakta persidangan terungkap dalang atau otak dari penyisihan 19 kilogram barang bukti sabu tersebut yakni Komandan Kapal Polair Polres Tanjungbalai Brigpol Tuharno.
Joshua menjelaskan dari terdakwa Tuharno muncul pikiran dan berinisiatif untuk melakukan penyisihan barang bukti dari kapal kaluk di Sei Lunang.
Sebanyak 13 bungkus barang bukti sabu yang digelapkan masing-masing 1 kg, diberikan ke Agus Ramadhan Tanjung.
Sedangkan 6 kilogram dibagikan ke Wariono.
Joshua menegaskan sebagai aparat hukum seharusnya ketiganya menjadi pelindung dan memutus rantai peredaran narkotika, bukan terlibat di dalamnya.
"Sehingga, Tuharno telah menciderai amanat masyarakat sebagai penegak hukum," ujar Joshua, Jumat (11/2).
Selanjutnya, kedua terdakwa lainnya malah menjual barang bukti sabu yang digelapkan tersebut ke bandar narkoba yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Joshua menjelaskan dalam fakta persidangan, Kanit I Satres Narkoba Polres Tanjungbalai Aiptu Wariono beserta Bripka Agung Sugiarto Putra melakukan komunikasi langsung dengan DPO narkotika yang selama ini diketahui bernama Boyot dan Tele.
Hakim menganggap tindakan Wariono dan Agung Sugiarto Putra sama dengan Tuharno sehingga ketiganya mendapat vonis mati.
"Mereka seharusnya menjadi garda terdepan untuk memberantas tindak pidana narkotika di Indonesia, terkhusus di Tanjungbalai sehingga meresahkan masyarakat," ujar Joshua.
Selain ketiga polisi yang menggelapkan barang bukti, majelis hakim PN Tanjungbalai juga menjatuhkan vonis mati kepada Hasanul Arifin dan Supandi, dua terdakwa bandar narkoba yang membawa 76 kilogram sabu saat penangkapan di perairan Sei Lunang.
Kronologi Kasus Penggelapan
Kasus penggelapan barang bukti sabu ini berawal dari penangkapan Rabu 19 Mei 2021.
Dalam surat dakwaan dijelaskan, terdakwa Syahril Napitupulu bersama dengan Khoirudin yang merupakan anggota Satuan Polisi Air Polres Tanjungbalai menemukan sabu 76 kg di kapal kaluk yang dibawa oleh Hasanul Arifin dan Supandi di perairan tangkahan, Sei Lunang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan, perbatasan Indonesia Malaysia.
Kemudian, Syahril Napitupulu melaporkan ke Kasat Polair Polres Tanjungbalai, Togap Sianturi, dan langsung memerintahkan Tuharno, Juanda, Hendra, dan Jhon Erwin Sinulingga berangkat menuju lokasi kapal kaluk menggunakan kapal patroli Babinkamtibmas.
Selanjutnya, Leonardo Aritonang, dan Sutikno menggunakan kapal lainnya menyusul ke lokasi penemuan.
Sesampainya di lokasi, Syahril Napitupulu bersama Khoirudin, Rizky Ardiansyah, Tuharno, Juanda, Hendra, Jhon Erwin Sinulingga, Leonardo Aritonang dan Sutikno membawa kapal kaluk yang membawa sabu 76 kilogram menuju dermaga Polair Polres Tanjungbalai dengan cara ditarik.
Di pertengahan perjalanan, Tuharno lompat ke kapal kaluk untuk mengambil satu goni yang berisikan 13 kilogram sabu dan dipindah ke kapal Babinkamtibmas dan disimpan di lemari bahan bakar minyak kapal.
"Selanjutnya, Tuharno dan Khoirudin sepakat untuk menyisihkan kembali sabu-sabu untuk di jual sebagai uang rusa (Kibus). Kesepakatan diambil, dan kembali mengambil 6 kilogram sabu dari kapal kaluk dan disembunyikan di bawah kolong kursi depan," jelas JPU dalam surat dakwaan yang dibacakan.
Selanjutnya, Tuharno menghubungi Waryono selaku Kanit Narkoba Polres Tanjungbalai untuk menginformasikan bahwa ada temuan sabu.
Kemudian antara Waryono dan Tuharno sepakat untuk bertemu di dermaga tangkahan Sangkot Kurnia, Desa Sei Nangka untuk menyerahkan sabu seberat 6 kilogram kepada Waryono yang selanjutnya disimpan di semak-semak dekat Posko di Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai.
Setelah itu, sisanya 57 kilogram sabu dibawa ke Polres Tanjungbalai, untuk dilakukan penyidikan oleh Satuan Narkoba Polres Tanjungbalai.
"Waryono dengan Hendra Tua Harahap, Agung Sugiarto Putra, Rizky Ardiansyah, Joshua, dan Kuntoro bertemu.
Selanjutnya, Waryono menghubungi Tele (DPO) untuk menjual sabu satu kilogram dengan harga Rp250 juta di belakang SMA 2 Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai," ungkap JPU.
Satu jam kemudian, Agung menghubungi Boyot (DPO) dan menjual sabu seberat 5 kilogram dengan harga Rp1 miliar dan disetujui oleh Waryono. Namun, Boyot baru membayar Rp600 juta kepada Agung dengan 5 kali tahap.
SUMUT TERBANYAK
Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Petrus Golose mengungkap ada 8.691 titik rawan narkoba di Indonesia. Situasi peredaran narkoba di 8.691 masuk kategori waspada dan bahaya.
"Hasil pemetaan BNN, di seluruh Indonesia terdapat 8.691 kawasan rawan narkoba. Khusus Sumatera Barat terdapat 548 kawasan narkoba," kata Petrus saat memberi kuliah umum di Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (10/2).
Dalam paparannya, ada tiga provinsi di Indonesia yang tercatat memiliki kawasan rawan narkoba terbanyak yaitu Sumatera Utara (Sumut) dengan 1.192 kawasan, Jawa Timur (Jatim) 1.162 kawasan, dan Lampung dengan 903 kawasan rawan narkoba.
"Indikator karakteristik pokok (kawasan rawan narkoba) dilihat dari angka kasus kejahatan narkotika, angka kriminalitas atau aksi kekerasan, jumlah bandar atau pengedar narkoba, kegiatan produksi narkotika, angka pengguna narkotika, jumlah barang bukti narkotika yang berhasil disita aparat, pintu masuk (entry point) narkotika, jumlah kurir narkotika," papar Petrus.
Sementara itu ada lima faktor pendukung kawasan disebut rawan narkotika yakni banyaknya lokasi hiburan, tempat kos dan hunian dengan privasi yang tinggi, tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut, ketiadaan sarana publik, serta rendahnya interaksi sosial masyarakat.
Petrus lalu menjelaskan strategi BNN dalam mengatasi penyalahgunaan narkoba di Indonesia adalah dengan pendekatan lunak atau soft power approach, pendekatan cerdas atau smart power approach dan pendekatan keras atau hard power approach.
"Prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia menurut kepala BNN berdasarkan survey tahun 2021, mengalami peningkatan. Namun penyalahguna narkoba yang berada di pedesaan mengalami penurunan," tutur dia.
Oleh karena itu, tambah Petrus, pihaknya terus mengoptimalkan program Desa Bersinar sebagai upaya membersihkan negara dari narkoba. Selain memberi kuliah umum, Petrus juga mendeklarasikan Universitas Negeri Padang sebagai Kampus Bersinar atau Kampus Bersih Narkoba.
Kuliah umum dan launching Kampus Bersinar ini diikuti sebanyak 2.000 mahasiswa, baik secara langsung maupun secara daring. (Kompas TV/detikcom/c)