Rabu, 15 Januari 2025
Rekaman dan Refleksi HPN

Pers Indonesia Panen Apresiasi di Masa Pandemi

* Pantas Banyak yang Ingin Jadi Wartawan
Redaksi - Kamis, 11 Februari 2021 08:42 WIB
707 view
Pers Indonesia Panen Apresiasi di Masa Pandemi
Foto Istimewa/Ads Franse Sihombing
Ads Franse Sihombing
Pernyataan Presiden Jokowi pada puncak perayaan (virtual) Hari Pers Nasional (HPN) 2021 di Istana Negara 9 Februari kemarin, bahwa pers Indonesia berjasa besar bagi kemajuan bangsa, menunjukkan betapa media massa atau pers hingga saat ini memang dibutuhkan, dicintai dan dihargai oleh semua pihak.

Oleh jajaran pemerintah, khususnya saat ini, pers dinilai sebagai akselerator perubahan untuk bangkit dari pandemi Covid-19. Secara khusus, apresiasi Presiden Jokowi dengan menjanjikan 17.000 wartawan se-Indonesia akan divaksin, bisa dinilai sebagai hadiah khusus HPN 2021.

Setidaknya bagi penulis, ada lima fakta yang menunjukkan media massa hingga kini masih eksis dengan kompetisi bisnis atau seleksi alam yang kemudian menempatkan hanya barisan media massa (dalam hal ini media cetak) profesional dan orientatif yang bisa bertahan, sehingga mendapat atensi dan apresiasi tersendiri oleh pemerintah, terlebih di masa sulit dan krisis ekonomi akibat dampak wabah pandemi Covid-19, khususnya sejak awal tahun 2020 lalu.

Ke-5 fakta itu adalah: (1) Media massa mainstream, baik cetak maupun elektronik, masih terus dibutuhkan dan dikonsumsi secara teratur setiap harinya. Terlebih untuk mengetahui situasi perkembangan pandemi Covid-19 di semua penjuru saat ini. (2) Para jurnalis, baik reporter koran atau TV, masih terus dicari serta diajak oleh kalangan pemerintah, legislatif, dunia usaha, komunitas, LSM-NGO sebagai mitra medium penyaluran inspirasi, penampungan aspirasi dan penyebaran informasi publik, lembaga pendidikan dan lainnya untuk kebutuhan sosial, ekonomi maupun politik. (3) Produk media massa mainstream masih tetap dijadikan referensi untuk pemantapan program dan penetapan keputusan. (4) Media massa masih tetap eksis dengan fungsi kontrol sosial untuk mengangkat dan mengungkap baik buruknya suatu kasus atau peristiwa di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Lalu ke-5 dan yang lagi ‘nge-tren’, hampir (katakanlah) setiap pekan muncul orang-orang yang mendadak mengaku dan mengklaim dirinya sebagai pers atau wartawan baru dengan dalih dan latar belakang beragam terutama sebagai wartawan media on-line dadakan yang mengaku pernah jadi wartawan koran ini-itu yang justru tidak dikenal publik secara luas.

Tren ini di satu sisi sebenarnya bisa dimaklumi karena memang banyak wartawan resmi yang ter-PHK karena korannya tutup (sebelum atau selama pandemi) sehingga membentuk atau bergabung dalam jaringan media on-line baru, Hanya saja, tren ini jadi buruk karena banyaknya ‘wartawan’ abal-abal yang tidak bisa menunjukkan medianya, walaupun dalam keseharian sudah tampil dengan baju seragam plus kartu ID-Card bergantung di leher, Parahnya lagi, menulis berita dengan standar minimal pun tak mampu sehingga selalu berharap bahan/copy berita dari orang/sumber lain.

EKSISTENSI DAN REPUTASI
Saat ini, untuk pengetahuan publik tentang perkembangan kasus pandemi Covid-19, jajaran media massa sedang memprioritaskan publikasi atau ekspose naik turunnya kasus Covid-19. Dari semula tanya orang ke orang atau kawan ke kawan, publik akhirnya melahap berita-berita dari koran atau TV untuk menyajikan data faktual tentang berapa sudah jumlah kasus positif Covid, berapa yang sembuh, berapa yang meninggal, berapa yang terpapar, siapa dan di mana saja mereka yang karantina atau isolasi mandiri, bagaimana kinerja atau suka duka para tenaga medis, sudah sejauh mana program vaksinasi dan sebagainya dengan harapan seraya bertanya-tanya, kapan pandemi ini akan berakhir?

Wajar kalangan media massa memanen apresiasi dari berbagai pihak mulai kalangan pemerintah, dunia usaha dan rumpun masyarakat sendiri. Sehingga, dengan masing-masing peran dan tugas pokok fungsi (tupoksi)-nya seperti halnya para tenaga medis, media massa juga diposisikan sebagai garda terdepan, apalagi dalam gerakan mencegah berita hoaks tentang Covid-19.

Khusus pada puncak perayaan HPN 2021 saja (SIB 10/2), pers Indonesia memanen apresiasi, seperti yang dicetuskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan pers sangat membantu menangkal memerangi hoaks dan ujaran kebencian yang mengancam persatuan-kesatuan bangsa. Kemudian Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga berujar sama dan yakin pers akan membangun optimisme masyarakat di masa pandemi. Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas bahwa insan pers akan menjadi penjernih informasi. Menpora Zainuddin Amali menyatakan pers sebagai mitra pemerintah.

Apresiasi juga diungkapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, bahwa pers sebagai mitra memperkuat konsolidasi nasional. Gubernur Jawa Tengah Gandjar Pranowo pun menegaskan bahwa insan pers harus mendapat prioritas divaksin.Tak ketinggalan, Wali Kota Solo terpilih Gibran Rakabuming menilai pers sebagai sarana pencerdasan bangsa dengan berita yang obyektif-berimbang.

Wajar, bila dengan peran dan eksistensi dan reputasi media massa yang demikian itu, Ketua MPR RI Bambang Soesetyo menegaskan pihak wartawan harus dipriortaskan dalam pelaksanaan vaksinasi nasional (SiB 20/1). Sebelumnya, Wapres RI Maaruf Amin (SIB 15/12) juga minta pers Indonesia untuk mendukung program vaksinasi Covid-19 sebagai rujukan pola dan budaya hidup bersih-sehat.

Di luar semua rekaman HPN 2021 ini, panen apresiasi itu juga telah terekam sejak awal masa pandemi Covid-19. Sebagaimana dicetuskan pula oleh Kajati Sumut melalui Wakajati SU Jacob Hendrik Pattipeilohy SH MH, bahwa peran pers sangatlah strategis di masa pandemi ini. Pers menjadi barisan penting yang benar-benar diperhitungkan untuk merekam dan menayangkan setiap pergerakan pandemi ini, apalagi maraknya wabah ini sempat bersanding dengan maraknya iklim politik di masa Pilkada serentak akhir 2020 lalu.

REPUTASI PERS MEDAN/SUMUT
Bagi orang-orang non jurnalis-oriented atau ‘wartawan media tak jelas’, dipastikan tidak tahu kalau Sumut- Medan ini pernah dijadikan tuan rumah penyelenggaran HPN pada 1994, 27 tahun lalu, di balai raya Hotel Tiara Medan. Hanya saja, Presiden Soeharto ketika itu batal hadir walau fotonya dengan adegan sedang membaca koran, sudah sempat dijadikan sampul buku acara dan katalog HPN 1994. Namun perayaan HPN di Medan pada 9-11 Februari 1994 itu tetap berlangsung meriah dan semarak, disertai pameran produk media massa dan karya-karya jurnalistik wartawan se-Indonesia.

Selain para pejabat teras dari Pemerintah Provinsi Sumut dan Kota Medan plus para pengurus inti PWI Sumut yang terlibat dalam kepanitiaan HPN bergengsi pada 1994 itu, kebetulan ada dua personil Harian SIB yang ikut sebagai panitia. Mereka adalah Ir GM Chandra Panggabean (Wakil Pemimpin Umum SIB) selaku pengurus SPS Sumut dan Azryn Maridha (wartawan/redaktur SIB) selaku pengurus PWI Sumut. Ada juga alm M Zaki Abdullah Ketua PWI Sumut saat itu (mantan redaktur dan Kepala Biro Harian SIB).

Setelah seperempat abad lebih, PWI Sumut sempat akan mengulang reputasi historis itu dengan mengusulkan Sumut-Medan sebagai tuan rumah HPN 2020 lalu, dengan optimisme akan menghadirkan Presiden Jokowi. Tapi pilihan Jokowi jatuh pada kota Banjarbaru di Kalimantan Selatan dengan pesan HPN bahwa pers harus tampil untuk kemaslahatan umat bangsa. Publik Sumut dengan positive thinking ketika itu menyebutkan pilihan Jokowi ke Kalsel sebagai pemerataan atensi karena sudah sangat sering Jokowi datang ke Sumut ketika mengunjungi Danau Toba atau kegiatan lainnya di Medan/Sumut.

Reputasi pers Sumut sebelumnya juga telah terangkat, ketika Asmas Tatang Amara, Ketua PWI Cabang Medan terpilih sebagai satu-satunya insan pers Sumut yang tergabung dalam panitia nasional Festival Film Indonesia (FFI) di Medan pada 17-22 Mei 1983. Artis pemenang piala Citra FFI 1983, Christine Hakim, kepada pers Medan-Sumut di hadapan ribuan undangan dan pengunjung, dengan bangga dan haru menyampaikan, “Terimakasih Medan, aku cinta kau.

Khusus di hari-H HPN 2021 di Sumut, kemarin, Wagub SU Musa Rajekshah ‘merakyat’ menemui para jurnalis Sumut di Warkop Jurnalis, Jalan H Agus Salim Medan, didampingi Ketua PWI Sumut Hermansyah. Dalam suasana santai itu, Musa yang populer dengan panggilan Ijeck itu berpesan agar pers tetap aktif mengawasi kebijakan pemerintah daerah ini.

Sebelum HPN, apresiasi kepada pers Sumut dicetuskan Ketua Harian SPS Pusat Januar P Nurlita dalam acara Awarding Night SPS Sumut di Medan pada 29 November 2020 lalu, bahwa pers media cetak, menjadi garda terdepan dalam peran penanganan Covid. Pernyataan dengan kalimat sama juga diungkap Ketua PWI Sumut Hermansyah SE dan staf ahli Menkominfo Prof Dr Herry Subyakto menambahan pers sebagai andalan menangkal hoaks dan disinformasi Covid-19 (SIB 17/12).

Di Sumut, apresiasi juga secara khusus diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut Ida Bagus Nyoman Wismantanu yang mengucapkan terimakasih kepada Harian SIB atas atensi kemitraannya, ketika baru dilantik sebagai Kajatisu belum lama ini (SIB 10/12). Ketua KPU Kabupaten Simalungun Puji Rahmadji pun mengapresiasi Harian SIB atas peran sosial kontrol yang optimal-proporsional dalam bursa kegiatan Pilkada serentak 2020 di Simalungun (SIB 12/12).

Pengakuan reputasi pers Sumut-Medan ini pun tak luput dari kalangan legislatif di DPRD Provinsi Sumut dan DPRD Kota Medan, yang tidak ingin peran pers diamputasi dalam kemitraan sosialisasi dan publikasi pembangunan daerah. Tidak setuju peran pers diamputasi dengan cara menyetop langganan koran,

Ketua PWI Sumut Hermansyah dan Fraksi PDIP dan unsur pimpinan DPRD Kota Medan pada 6-7 Januari lalu memanggil Pemko Medan (dihadiri Kadis Kominfo Zain Noval) untuk mempertanyakan alasan stop berlangganan koran yang terjalin harmonis selama ini. Padahal, (SIB 3/11) Kadis Kominfo Medan itu masih berharap pers untuk sosialiasi pencegahan penularan pandemi Covid-19.

Ketua DPRD Sumut Drs Baskami Ginting juga, ketika menanggapi alokasi dana tunjangan komunikasi sebesar Rp21,6 miliar untuk 100 orang anggota DPRDSU (SIB 10/1), dan masalah anggaran liputan Rp 824 juta di Sekretariat DPRDSU, dengan tegas menyatakan bahwa pers atau wartawan harus dirangkul sebagai mitra strategis untuk kegiatan legislasi daerah ini. Plus di hari-H HPN, Baskami atas kepeduliannya pada pers daerah ini menyatakan prihatin dengan kondisi ruang press room di DPRDSU yang tidak mencerminkan kemitraan pers, karena banyak fasilitas yang rusak dan tidak terpakai.

Tidak hanya itu, secara nasional pun reputasi pers ini jadi perhatian kalangan eksternal, misalnya oleh ekonom senior Dr Rizal Ramli, yang pernah jadi Menko Perekonomian di masa Presiden Gus Dur, dan Menko Maritim di masa periode pertama Presiden Jokowi. Dengan tegas dan blak-blakan, Rizal mengkritisi pemerintah yang membiarkan Pemda-Pemda se-Indonesia tidak lagi menayangkan secara rutin (dalam bentuk iklan) pelaksanaan tender proyek-proyek pembangunan di daerah, sehingga mendorong terjadinya aksi korupsi para pejabat dan kepala daerah di Indonesia selama ini.

“Padahal, tahun-tahun pada periode sebelumnya, seluruh Pemda di Indonesia wajib menayangkan iklan proses tender proyek-poyek pembangunan daerahnya pada media-media cetak eksis di daerah. Sama halnya dengan kewajiban tayang iklan neraca bagi perbankan yang ditetapkan Bapepam (dulu belum ada OJK). Selain untuk transparansi dan pencegahan korupsi, sistem kerjasama publikasi dengan kalangan media cetak ini juga untuk menciptakan iklim kompetisi sehat dalam bursa lelang,” ujar Rizal Ramli tegas di hadapan peserta forum diskusi Indonesia Lawyers Club (ILC) pada 15 Desember 2020.

Gayung bersambut, Sekretaris Dewan Pertimbangan SPS Pusat Ahmad Jauhar (mantan Pemred Harian Bisnis Indonesia Jakarta) dan Ketua PWI Sumut Hermansyah langsung respon dan mendukung diberlakukannya kembali sistem tayang iklan proyek-proyek pembangunan daerah di media cetak lokal, baik untuk proyek yang bersumber dana APBN maupun APBD Provinsi dan Kabupaten-Kota (SIB 24/12).

Begitu tinggi dan bergengsinya reputasi pers dengan citra predikat Pilar Demokrasi ke-4 di negeri ini. Wajar kalau ada konsekuansi logis dimana banyaknya pihak yang kemudian alergi dan apriori bahkan anti kepada pers. Itulah sebabnya Ketua PWI Pusat Atal S Depari berulang menegaskan pentingnya sikap independensi pers (SIB 13/11). Soalnya, pers dan Polri sama tantangannya di lapangan, antara orientasi pengabdian atau kompensasi mata pencaharian, itu kata Wali Kota Bogor Bima Arya, awal Desember tahun lalu.

Betapa pentingnya juga peran pers ini sehingga Tim Relawan Jokowi menggelar temu pers pada 6 Desember tahun lalu di Jakarta, ketika mencetuskan aspirasi agar Presiden Jokowi segera mengganti 10 menteri karena kinerjanya dinilai buruk di barisan Kabinet Indonesia Maju. Padahal mereka bisa saja mencetuskan langsung desakan itu kepada Jokowi, lebih praktis. Tapi itulah pers, dibutuhkan!

Pantas saja semakin banyak orang yang ingin bahkan berambisi jadi seorang wartawan dengan cara instan, tanpa harus menempuh pendidikan dan latihan formal sesuai jenjang kompetensi mulai tingkat Muda, Madya dan Utama berdasarkan proses standar Ujian Kompetensi Wartawan (UKW), seperti yang diselenggarakan PWI.
Jayalah pers nusantara, dari HPN ke HPN. (c)







Ads Franse Sihombing

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru