Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 02 Juli 2025
Ketua Umum PGI:

Peran Agama Menghadirkan Perdamaian ,Bukan Simbol

Redaksi - Minggu, 01 Maret 2020 20:25 WIB
309 view
Peran Agama Menghadirkan Perdamaian ,Bukan Simbol
pgi.or.id
Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom saat menyampaikan pandangannya dalam seminar nasional Beragama yang Harmonis dan Konstruktif yang Menguatkan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, di Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR RI, Kamis (27/2).
Jakarta (SIB)
Implementasi nilai-nilai agama yang universal di ruang publik merupakan peran agama dalam menghadirkan masyarakat yang rukun dan harmonis. Sayangnya, yang terjadi akhir-akhir ini adalah perebutan ruang publik dengan menghadirkan simbol-simbol dan formalisme agama, yang justru melahirkan kegaduhan nasional.

Demikian ditegaskan Ketua Umum PGI Pdt Gomar Gultom, dalam seminar nasional Beragama yang Harmonis dan Konstruktif yang Menguatkan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, di Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR RI, Kamis (27/2). Seminar yang diselenggarakan oleh MPR RI bersama Liga Muslim Dunia (LMD) ini, menghadirkan keynote speaker Sekjen LMD, Syekh Muhammad Abdul Karim Al-Isa.

“Yang sangat merisaukan dengan ini adalah kegamangan penyelenggara negara menghadapi kecenderungan pemaksaan pesan kitab suci melebihi amanat konstitusi dalam kita berbangsa belakangan ini. Adanya aksi-aksi sekelompok orang yang melakukan sweeping di mall dan toko-toko dengan pengawalan polisi adalah contoh buruknya pemahaman penyelenggara negara dalam memosisikan fatwa dan teks kitab suci berhadapan dengan konstitusi dan regulasi lainnya,” ujarnya.

Ini menunjukkan bahwa ternyata bahkan penyelenggara negara pun masih belum kukuh dalam ketaatannya pada konstitusi ketimbang ketaatannya pada konstituennya. Padahal, penyelenggara negara ada karena konstitusi dan justru bertugas untuk memelihara dan memastikan bahwa konstitusi ditegakkan. “Selama kita tidak yakin dan teguh dengan ini, kita tidak akan pernah beranjak maju sebagai bangsa. Seperti kata Mark Lane, Indonesianis dari Monash University: Bangsa yang belum selesai dengan ideologinya, tidak akan pernah siap untuk membangun dirinya,” ujarnya.

Sebelumnya, Gomar menjelaskan, agama pada dasarnya untuk menghadirkan perdamaian bagi semua dalam kehidupan masyarakat majemuk. Namun dalam kenyataannya, kita tidak bisa menafikan bahwa kehadiran agama juga sering menjadi sumber masalah dalam membangun perdamaian untuk semua. Namun, salah satu hal yang nampaknya masih mengganjal dalam benak kebanyakan umat beragama adalah, manakah yang lebih tinggi, pesan/teks kitab suci atau amanat konstitusi?

“Tidak mudah untuk menyelesaikan pertanyaan yang mengganjal ini. Yang hendak saya katakan dengan ini adalah, tidak mudah menyelesaikan kedudukan antara teks kitab suci dan teks konstitusi dalam kehidupan umat. Tetapi tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Gerakan kebangsaan di Minahasa di awal abad 20, melalui GSSJ Ratulangi merumuskan Yesus Kristus Dalam Kebangsaan, Kebangsaan Dalam Yesus Kristus. Sementara Uskup Soegijopranoto merumuskan Seratus Persen Indonesia, Seratus Persen Katolik. Namun bagi sebagian orang hal ini belumlah tuntas, terutama bagi kelompok-kelompok fundamentalis fanatik,” katanya.

Menurutnya, fanatisme agama, dari agama apa pun, memang memiliki pergulatan tersendiri ketika hadir di ruang publik, karena bagi mereka, tidak ada ruang antara “the city of God” dan “the city of world”. Mereka memaksakan satu tafsir tunggal atas teks kitab suci seraya menafikan segala bentuk interpretasi lain.

“Pesan atau teks kitab suci memang akan mempersatukan umat dari satu agama, tetapi pada saat yang sama, akan memisahkan dengan mereka yang berbeda agama. Sementara amanat konstitusi akan mempersatukan semua warga negara, apa pun latarbelakang agama, dan sukunya. Jika NKRI berdasar pada Pancasila, maka mestinya pertanyaan apakah akan lebih taat pada pesan teks kitab suci atau amanat konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah sangat jelas kita harus lebih taat pada konstitusi. Jika dikatakan harus lebih taat pada konstitusi, bukan berarti hendak menghilangkan peran agama-agama di ruang publik dalam membangun bangsa ini,” tegasnya. (PGI/d)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru